Kamis, 24 Juli 2008

DAMAI dengan BERNAFAS (Republika, 29-06-2008)

Di sebuah hotel yang dingin , Kamis 12 Juni 2008, Iwan Kurniawan, seorang wartawan berdiri rileks dengan mata mengahdap ke bawah. Tangan kanannya direntangkan sejajar bahu dan otot bahunya mengunci semaksimal ia mampu.

Reza Gunawan, pakar terapi holistic, berdiri di ruangan berukuran sedang ini. Ia meminta Iwan mengingat kenangan terindahnya. Waktu bergulir, sejurus kemudian, sang terapis menghampiri Iwan. Ia berusaha menurunkan lengan Iwan yang terkunci tadi, dan Iwan mampu menahannya dengan sempurna.

Reza memberi instruksi berbeda kali ini. Iwan diminta mengingat kenangan terburuknya. Mata Iwan masih menjurus tanah, tangannya tetap terentang. Selang beberapa detik, sang terapis kembali menurunkan lengan Iwan. Apa yang terjadi? Tanpa perlawanan, lengan itu terjatuh lunglai.

Tubuh kita, menurut Reza Gunawan, memiliki system komunikasi elektromagnetik meridian yang menjembatani antara tubuh (body), pikiran (mind), dan semangat (mood). Manakala pikiran kita stress, maka seperti rumah kartu yang rubuh dampaknya langsung menular pada kondisi tubuh dan semangat.

Darimana asal muasal stres? Persoalan hidup manusia, menurut Reza, lazimnya berkutat pada tiga hal: sehat, sukses, dan cinta. Gangguan pada salah satu dari tiga hal ini bisa membawa seseorang pada stress. Mustahil kita menghindari masalah. Lantas, bagaimana supaya masalah ini tidak membikin stress? Kuncinya, kata Reza, adalah mencari keseimbangan atau keselarasan dalam hidup.

Ada sejumlah cara melatih hidup selaras salah satunya adalah melatih perhatian di sini kini (here and now). Seringkali, kita hidup dalam dunia khayalan: terlampau memikirkan masa depan atau sebalikna tenggelam dalam masa lampau. “Padahal tubuh kita berada pada posisi di sini dan sekarang,” tutur lelaki vegetarian ini.

Reza bercerita tentang seorang klien yang uangnya ludes akibat penipuan lewat ATM. Orang ini datang dan minta diterapi. Reza pun bertanya: Mengapa stress? Jawabnya adalah lantaran uangnya ludes. Mengapa pusing? Jawab dia, 30 hari lagi uang itu akan dipakai untuk melunasi bahan baku produksi. Mengapa sekarang sudah stress? Jawabnya: Ia takut tidak bisa melunasi. Jadi, kata Reza,”Orang ini sebenarnya lebih stress karena khawatirnya daripada tidak bisa melunasinya. ”Padahal siapa yang tahu kejadian esok hari. Siapa yang bisa menebak kejadian lima menit mendatang atau lima jam mendatang misalnya. Daripada hanya memikirkan akibat-akibat yang mungkin timbul, lebih baik gunakan pikiran kita untuk mencari solusi dari permasalahan.

Reza mengibaratkan pikiran kita dalam sebuah garis lurus dan dibagi tiga masa. Masa lalu, kini, dan masa depan. Di masa kini, Reza menyebutnya dengan KISS IT NOW atau Keep It Simple Stay In The Now. Maksudnya kita belajar memfokuskan diri kita pada saat ini.
Bebaskan pikiran dari kenangan ataupun khayalan. Sebab masalah muncul pada masa sekarang bukan masa lalu, atau masa depan. Kalaupun muncul di masa lalu maka itu sudah menjadi kenangan, “Kalaupun muncul di masa depan, itu tidak realistis, karena belum tentu muncul masalah itu,” paparnya.

Bagaimana agar kita bisa berada di masa here and now? Mudah saja. “Bernapaslah,” ujar Reza singkat. Bernafas merupakan jembatan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Bernapas yang dimaksud adalah bernapas yang dapat merasakan tarikan dan hembusan.
Begini caranya. Hirup udara dalam-dalam, rasakan udara masuk memenuhi rongga paru-paru, lalu hembuskan dari mulut sambil berkata ‘haah’. Lakukan kembali sambil merasakan bahwa udara yang kita hirup mesti kita syukuri. Lakukan lagi. “Insya Allah cara itu bisa membuat kita kembali ke alam sini-kini dan bebas dari dunia kenangan dan khayalan.”
Napas 478

Reza mengajarkan teknik bernapas 478. Caranya adalah hirup nafas dengan lembut sementara lakukan empat hitungan dalam hati. Kemudian tahan nafas selama tujuh hitungan, lalu hembuskan dari mulut sambil membisikan kata ‘Ha’ selama 8 hitungan. Lakukan seterusnya kurang lebih 5 hingga 7 menit. Cara ini lazim di terapkan di rumah sakit di Amerika Serikat sebagai terapi singkat bagi pasien yang mengalami stress sebelum operasi atau perawatan lainnya.

Nafas 478 ini bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja. Bisa untuk mencegah stress dan menyeimbangkan emosi, melepaskan beban cemas dan gelisah, meningkatkan kreativitas, prestasi olahraga, relaksasi, bisa juga untuk melatih komunikasi yang tulus atau jujur.

DICARI: KEBAHAGIAAN
Kita selalu beranggapan bahwa kebahagiaan harus dicapai. Maka rumus yang terjadi adalah: kalau saya sudah mencapai hat tersebut, barulah saya bahagia. Artinya, untuk mencapai itu kita perlu melakukan sesuatu. Contoh, saya bekerja untuk memperoleh uang, sehingga saya bisa bahagia. Saya sekolah untuk mendapat sertifikat, lulus, dan saya bahagia. Saya menikah, mendapatkan anak, dan saya bahagia. Dan seterusnya.

Lalu, akhirnya kita beranggapan bahwa kebahagiaan itu harus ada syaratnya. Syaratnya adalah kita harus mengerjakan sesuatu dulu, mendapatkan sesuatu, barulah kia bahagia. Akhirnya, banyak orang yang terjebak pada mentalitas seperti ini sehingga dia berusaha mati-matian untuk mendapatkan sesuatu demi kebahagiaan. Dan akhirnya, pada saat dia tidak memperolehnya, mak dia tidak bahagia ia merasa gagal dalam hidup.

Banyak sekali contohnya. Untuk hal-hal kecil, misalnya, kita ingin parkir di mall yang dekat pintu masuk. Tetapi kita tidak mendapatkannya, sehingga kita menjadi tidak bahagia lantaran tidak memperoleh parkir di tempat yang kita inginkan.

Padahal sebenarnya, yang namanya kebahagiaan itu tanpa syarat. Jika kita perhatikan, banyak orang yang tidak mendapatkan sesuatu, tidak mencapai sesuatu, tetapi hidupnya bahagia-bahagia saja. Akhirnya kalau kita renungkan lebih dalam, kebahagiaan itu bukan sesuatu yang kita (harus) capai tetapi sesuatu yang kita pilih: Kita mau bahagia atau tidak?

Kebahagiaan itu lebih kepada pilihan. Itu saja. Dan kalau kita renungkan kembali, kebahagiaan itu sebenarnnya hanya feeling. Perasaan bahagia. Tak lebih. Perasaan itu kan bermacam-macam. Ada perasaan bahagia, ada perasaan sedih, ada perasaan marah, ada perasaan kecewa, atau khawatir.

Nah, perasaan-perasaan ini bukan sesuatu yang permanen. Sedih akan hilang. Demikian pula rasa marah, khawatir, bahkan kebahagiaan sekali pun akan hilang. Jelas sudah: Kebahagiaan pada dasarnya amat temporer. Tidak siap dengan ketidakpermanenan, itulah yang menyebabkan kita menderita. Menderita lantaran tidak mau menerima kenyataan bahwa kebahagiaan kita tidak berlangsung lama.

Jadi, kebahagiaan yang sejati sebetulnya adalah tidak adanya kebahagiaan. Netral. Netral berarti: Hari ini sedih ya sedih, hari ini mau bahagia ya bahagia, mau kuatir ya kuatir. Yang terpenting: Kita tidak terjebak dalam kesedihan itu, kita tidak terjebak pada kekuatiran kita sendiri kita tidak terjebak dalam kemarahan kita sendiri. Kita mampu memosisiskan diri untuk netral. Sehingga kita siap untuk menerima apapun perasaan yang nanti akan terjadi itulah kebahagiaan sejati.

Kehidupan selalu menyodorkan dua hal, yakni perasaan nyaman dan tidak nyaman. Nah, posisi netral adalah manakala kita tak memiliki referensi khusus baik ke perasaan nyaman atau tidak nyaman. Kita mampu memposisikan perasaan apapun yang berlangsung saat ini dan akan datang.

Tidak ada komentar: